Kamis, 31 Maret 2016
Selasa, 29 Maret 2016
KORUPSI DI INDONESIA
Korupsi
di negara Indonesia semakin merajalela dan semakin berkembang. Hal ini terjadi
karena hukuman yang di berikan kepada koruptor sangat kurang tegas. Sehingga
koruptor di Indonesia tidak lagi dapat di hitung, karena sudah terlalu banyak.
Penegakan hukum berkenaan dengan kasus korupsi di
Indonesia masih sangat lemah. Melihat
sekarang ini para maling uang negara itu justru semakin bertambah lihai dalam
mengakali hukum dan regulasi yang ada. Pergerakan penghisap uang negara dan memperkaya diri
sendiri itu, selalu selangkah lebih ke depan dibandingkan dengan hukum dan
regulasi yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kita memiliki banyak hukum
dan regulasinya, tapi penegakan hukum kasus korupsi masih lemah.
KPK
dihantam dari berbagai sisi, termasuk ketika melakukan pengungkapan dan
pentuntasan kasus korupsi. Dalam pemberantasan korupsi, jika hanya mengandalkan
aparat penegak hukum, diyakininya tidak akan memberikan dampak cukup
signifikan.
Dalam
hal ini dibutuhkan peran serta masyarakat dan seluruh komponen bangsa Indonesia
agar bisa mempersempit ruang gerak tindak pidana korupsi. Pelaku korupsi, bukan
orang sembarangan, mereka dipastikan memiliki tingkat intelejensi melebihi rata-rata
dan tahu betul seluk-beluk hukum.
Ketika
korupsi atau suap-menyuap dilakukan, tidak akan bisa terdeteksi dengan cukup
mudah. Karena mereka bisa saja mengelak.
Makanya yang paling efektif itu adalah dengan melakukan tangkap tangan, agar
koruptor tidak dapat menyangkal, bukti-bukti tidak akan bisa membantah yang
sebenarnya.
Hukuman
yang kurang tidak dapat membuat jera para koruptor di Indonesia. Sehingga
sampai saat Indonesia masih memiliki
banyak koruptor. Bahkan dalam perusahaan besar sangat memudahkan para koruptor
untuk melakukan suap-menyuap uang. Bagi
banyak korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu
kebiasaan yang sudah sering dilakukan.
Meskipun
sebagian besar gambarannya negatif, ada beberapa tanda-tanda positif. Pertama-tama
perlu disebutkan bahwa ada dorongan besar dari rakyat Indonesia untuk
memberantas korupsi di Indonesia dan media yang bebas memberikan banyak ruang
untuk menyampaikan suara mereka pada skala nasional meskipun beberapa institusi
media - yang dimiliki oleh politisi atau pengusaha - memiliki agendanya sendiri
untuk melakukan hal ini. Namun dorongan rakyat untuk memberantas korupsi
berarti bahwa bersikap anti-korupsi sebenarnya bisa menjadi pendulang suara yang penting bagi politisi yang bercita-cita
tinggi. Terlibat atau disebutkan dalam kasus korupsi benar-benar merusak karir
karena dukungan rakyat akan merosot drastis. Efek samping negatif (bagi
perekonomian negara) dari pengawasan publik ini yaitu pejabat pemerintah saat
ini sangat berhati-hati dan ragu-ragu untuk mengucurkan alokasi anggaran
pemerintahan mereka, takut menjadi korban dalam skandal korupsi.
Menurut saya pribadi
korupsi ini seperti parasit didalam kepemerintahan yang merusak struktur
pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan
pembangunan.
Korupsi sangat
sulit untuk dihilangkan bahkan hampir tidak mungkin dapat
diberantas, oleh karena itu sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang
eksak.Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang
pasti.
diberantas, oleh karena itu sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang
eksak.Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang
pasti.
Akibat-akibat dari
korupsi antara lain Pemborosan sumber-sumber, gangguan terhadap penanaman modal,
bantuan yang lenyap,ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan
oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya,pengurangan kemampuan
aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan
administrasi.
Upaya dalam
menanggulanginnya, membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan
menentukan sejumlah pembayaran tertentu, Membuat struktur baru yang mendasarkan
bagaimana keputusan dibuat, bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi
dengan jalan meningkatkan ancaman kepada yang bersangkutan.
Disarankan pemerintah harus bersikap lebih menghargai
rakyat saat berada dibawah berjanji akan membawah kepemerintahan yang lebih
baik,setelah diatas seakan janji itu sampah dengan begitu mudahnya dibuang.
Kamis, 24 Maret 2016
SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?
Siap tidak siap MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita
harus siap menghadapinya. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 ada
diantara PELUANG (opportunities) dan ANCAMAN (threat). MEA adalah integrasi
kawasan ASEAN dalam bidang perekonomian. Pembentukan MEA dilandaskan pada 4 pilar.
Pertama, menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi. Kedua,
menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif. Ketiga,menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang seimbang, keempat, integrasi ke ekonomi global. Penyatuan ini ditujukan
untuk meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan
angka kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN. MEA
akan menyatukan pasar setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal.
Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang bebas merupakan sebuah
kemestian. Selain itu negara dalam kawasan juga diharuskan membebaskan arus
investasi, modal dan tenaga terampil.
Menurut pendapat saya negara indonesia belum siap menghadapi MEA
karena sumber daya manusia di negara indonesia tercinta ini masih kurang
berkualitas, pendidikan yang kurang membuat negara kita ini tertinggal dari
negara-negara lain oleh karena itu seharus nya pemerintah mengeluarkan
kebijakan yang dapat membantu rakyat nya agar dapat menikmati pendidikan yang
layak jika para penduduk mendapat pendidikan yang layak pasti akan merubah pola
pikir mereka menjadi lebih maju dan ingin berkembang. Jika mereka sudah
mendapat pendidikan yang layak tidak mungkin mereka kalah bersaing dengan orang
asing dalam menghadapi MEA agar dapat menciptakan SDM yang berkualitas alangkah
baiknya pemerintah membuat program sekolah gratis untuk orang yang tidak mampu
agar mereka dapat bersekolah tapi tidak mengeluarkan biaya setelah di adakannya
program tersebut di harapkan tidak ada lagi anak yang kekurangan pendidikan,
agar dapat bersaing dengan negara-negara tetangga.
aliran
pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur
dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan
persiapan terstruktur dan matang. MEA sudah jadi keputusan & ketetapan
politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Semua hal diatur pada
perjanjian-perjanjian yang terus dikaji, diimplementasikan, dan dievaluasi
secara kontinu. Sebaliknya dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama
belasan tahun kebelakang hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang
terjadi secara alamiah, tanpa perencanaan atau persiapan yang memang
diintegrasikan. Dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal.
Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan
Singapura. Masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang pada luas negara yang
begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumber daya yang melimpah.
Setiap negara anggota ASEAN akan membuka kesempatan bagi 8 sektor tenaga kerja
seperti insinyur, arsitek, perawat, tenaga survey, tenaga pariwisata, praktisi
medis, dokter gigi dan akuntan secara terbuka. Artinya akan ada banyak orang
dalam profesi ini yang akan masuk ke Indonesia dan bersaing dengan tenaga kerja
Indonesia.
Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa
yang selalu diandalkan sebagai agen perubahan (agent of change),
mahasiswa berperan aktif dalam mendukung negara kita menjadi negara yang pantas
dipertimbangkan dan negara yang paling berpengaruh dalam MEA. Adapun salah satu
hal yang harus kita lakukan adalah membentuk pola pikir (mindset) siap bersaing
dan percaya diri serta bangga dengan negara kita sendiri. Seperti yang kita
ketahui bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor seharusnya
kita mengurangi konsumsi impor kita. Hal ini dipicu oleh cara pandang
masyarakat yang masih enggan untuk mengalihkan pengeluaran mereka ke produk
lokal. Mereka masih memiliki keyakinan bahwa kualitas asing lebih baik daripada
kualitas lokal. Sebagai contoh, sektor pertanian Indonesia seharusnya tidak
dapat diragukan lagi mengingat negara kita memiliki label negara Agraris.
Namun, salah satu fakta yang menyedihkan adalah datang dari produk pisang lokal
yang banyak dijual di supermarket berkelas. Pisang Cavendish (Sunpride), sering
dinilai sebagai produk impor oleh masyarakat hanya karena kualitas pisang
tersebut jauh melampaui kualitas pisang lokal lainnya (viasunpride.com) Hal itu
menunjukkan betapa rendahnya kepercayaan diri masyarakat bahwa negara kita bisa
menghasilkan produk berkualitas internasional. Hal inilah yang menjadi
kekhawatiran dan perlu kita ubah perlahan-lahan dengan memulainya dari diri
kita sendiri. Mulai dengan membangun kesadaran dan memberikan contoh nyata
kepada masyarakat dengan menggeser tingkat konsumsi ke arah produk lokal serta
mencintai dan bangga terhadap produk karya anak negeri, Jika hal tersebut
terus-menerus terjadi mungkin para petani indonesia akan mengalami kesusahan
bukan tidak mungkin jika petani di indonesia beralih profesi dan pada akhirnya
negara indonesia ini hanya menjadi negara konsumtif.
Kita harus mulai berpikir bahwa bukan saatnya lagi untuk berbangga
atas sepatu, baju, tas, celana, dan barang-barang lain berlabel brand luar
negeri hanya untuk mempertahankan gengsi. Selain itu, kita harus mempersiapkan
diri kita untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus
belajar menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan
pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi
kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan
bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai
modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA 2015.
MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia : satu sisi menjadi
kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber
daya manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain dengan terbuka, tetapi
pada sisi yang lain dapat menjadi bumerang untuk Indonesia apabila Indonesia
tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
Agar
dapat memanfaatkan kesempatan ini indonesia harus mempersiapkan para SDM yang
mampu bersaing di dunia kerja dan juga para pengusaha dalam negeri yang harus
kreatif untuk membuat produk-produk bertahan di pasaran.
Peluang
dan tantangan Indonesia dalam kegiatan MEA
1.Pada
Sisi Perdagangan
Menurut Santoso pada tahun 2008 Bagi Indonesia sendiri, MEA akan
menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung
berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada
peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi
lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas
komoditas yang diperjual-belikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet,
produk kayu, tekstil, dan barang elektronik.
2.Pada
Sisi Investasi
kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign
Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui
perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya
manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia.
3.Aspek
Ketenagakerjaan
Terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan
keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam
rangka mencari pekerjaan menjadi lebih
mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan
yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan
kriteria yang diinginkan.
4.Pada
Sisi Pendidikan dan Produktivitas
Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal
dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia masih berada pada peringkat keempat di
ASEAN.
Resiko
yang dihadapi Indonesia saat MEA
1.competition
risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah
banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan
produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya
akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
2.exploitation
risk dengan skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan
asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya
alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan
juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di
Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat
untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang
terkandung.
3.risiko
ketenagakarejaan dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih
kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan
Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia
berada pada peringkat keempat di ASEAN.
KESIMPULAN
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk
memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh
keutungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan
risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena
itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang
akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat.
Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas Negara dan para pelaku usaha
diperlukan, infrastruktur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan)
perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing
tenaga keja dan perusahaan di indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi
penonton di Negara sendiri
MASIH RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI
MASIH
RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI
menurut
pandangan saya dengan kondisi sosial-ekonomi kita masih belum relevan karena
kondisi perekonomian saat ini belum setabil dan banyak terjadi ketimpangan.
Dari berbagai kota yang pernah dikunjungi, pasti pernah terlintas di benak
bahwa betapa banyak ketimpangan di
negeri ini. Di satu kawasan, berderet rumah besar, bagus, arsitektur indah,
penghuninya sudah ditambah dengan beberapa pembantu, dan deretan mobil mewah
pun ada di halaman. Sebaliknya masih banyak deretan rumah kardus dan
rumah-rumah berpapan bekas yang berada di bawah kolong jembatan dengan keadaan
MCK seadanya atau kadang tak ada sama sekali hingga harus menumpang ke masjid.
Itulah gambaran sekilas kondisi perekonomian Indonesia saat ini dilihat dari
kondisi rumah tinggal rakyatnya. Jika sudah begitu, mana bukti jika negara ini
menganut sistem ekonomi pancasila?
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu moral
agama yang berarti pembangunan di negara ini harus sesuai dengan moral dan
ajaran-ajaran agama . Namun pada kenyataannya masih ada saja kasus penggusuran
orang miskin dan paling parahnya lagi korupsi ada dimana-mana.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
“kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan
kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan
ekonomi dan kesenjangan sosial”. Gagasan ini sudah lama tertuang dalam bagian
penjelasan Pasal 33 UUD 45 yang sudah diamandemen dalam konsep ‘kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang’. Sampai saat ini
masih sulit meyakini realisasi semangat tersebut karena setiap upaya
‘memakmurkan ekonomi’ ternyata yang lebih merasakan dampaknya tetap saja ‘orang
besar’ baik pengusaha ataupun pejabat pemerintahan. Masih saja ketimpangan
sosial-ekonomi susah untuk diperkecil. Di puncak piramida yang menguasai
mayoritas kue nasional dihuni segelintir manusia. Sebaliknya, di dasar piramida
yang kuenya kecil diperebutkan puluhan juta orang (Khudori, 2004).
3. Persatuan Indonesia, “nasionalisme
ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya
perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”. Platform ini sejalan
dengan konsep founding fathers kita, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta,
perihal ‘politik-ekonomi berdikari’ yang bersendikan usaha mandiri (self-help),
percaya diri (self reliance), dan pilihan kebijakan luar negeri bebas-aktif.
Kemandirian bukan saja menjadi cita-cita akhir pembangunan nasional, melainkan
juga prinsip yang menjiwai setiap proses pembangunan itu sendiri. Ini
mensyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal
dan nasional untuk tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga
‘nilai tambah sosial-kultural’, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian
bangsa (Swasono, 2003). Oleh karena itu pokok perhatian seharusnya diberikan
pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi
nasional. Ekonomi rakyatlah yang bersifat mandiri, tidak ‘menyusahkan’ atau
‘membebani’ ekonomi nasional di saat krisis, sehingga ‘daya tahan’ ekonomi mereka
tidak perlu diragukan lagi. Lalu, kenapa saat ini nasionalisme ekonomi
seakan-akan telah dianggap tidak penting, tidak relevan, dan tidak perlu
diperjuangkan? Lihat saja, petani dan peternak kecil kita begitu ‘menjerit’ di
saat ada impor beras, gula, dan paha ayam. Apa gunanya kampanye cinta produk
dalam negeri bila pemihakan terhadap pelaku ekonomi rakyat sebagai produsen
lokal masih setengah hati.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, “demokrasi ekonomi berdasar
kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai
perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. Prinsip ini dijiwai oleh semangat
Pasal 33 UUD 1945 yang kini sudah berganti menjadi UUD 2002 (amandemen
keempat). Perubahan ini telah menghilangkan seluruh penjelasan UUD 1945
termasuk penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi
dan landasan konstitusional koperasi. Oleh karena itu, upaya penegakan
demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan
pasar bebas, yang menjadi senjata penganut paham liberalisme dan kapitalisme.
Isu-isu yang kemudian dicuatkan diantaranya adalah privatisasi BUMN dan
liberalisasi impor.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan
nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan
bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Tujuan keadilan sosial juga mencakup keadilan antar wilayah
(daerah), yang memungkinkan seluruh wilayah di Indonesia berkembang sesuai
potensi masing-masing. Oleh karena itu pengalaman pahit sentralisasi
politik-ekonomi era Orde Baru dapat kita jadikan pelajaran untuk menyusun
strategi pembangunan nasional. Inilah substansi Negara Kesatuan yang tidak
membiarkan terjadinya ketimpangan sosial-ekonomi antardaerah melalui pemusatan
aktivitas ekonomi oleh pemerintah pusat, dan di pusat pemerintahan. Paradigma
yang kemudian dibangun adalah pembangunan Indonesia, bukannya pembangunan di
Indonesia seperti yang dilakukan Orde Baru dengan paham developmentalism yang
netral visi dan misi (Swasono, 2003).
Platform
Sistem Ekonomi Pancasia menurut Prof Mubyarto, yaitu :
1. Moral agama.
2. Moral kemerataaan sosial.
3. Moral nasionalisme ekonomi.
4. Moral kerakyatan.
5. Moral keadilan sosial.
Inilah
relevansi lima platform Ekonomi Pancasila yang dapat menjadi panduan (guidance)
bagi pergantian sistem dan ideologi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih
bermoral, berkerakyatan, dan berciri ‘ke-Indonesia-an’, sehingga lebih menjamin
upaya pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ada
3 indikator yaitu :
1. Cita-cita ideal para pendiri bangsa
Cita-cita para pendiri bangsa untuk
kemajuan Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 yang berbunyi
: “Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur “. Jadi sebenarnya cita-cita para pendiri bangsa itu sangatlah
sederhana. Tapi apa yang sedang terjadi saat ini pada bidang ekonomi sangatlah
berbanding terbalik dengan cita-cita pendiri bangsa “makmur”. Apakah dengan
ketidakstabilan ekonomi di Indonesia dapat membuat rakyatnya makmur ? dan
apakah konsep “adil” masih berlaku disini ? Kebanyakan rakyat kecil sering
mendapatkan ketidak-adilan dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat kecil
terkadang suka dilakukan semena-mena karena dianggap mereka itu lemah. Jadi
menurut saya dari aspek pertama ini platform pancasila masih kurang relevan
pada kondisi sosial-ekonomi di Indonesia.
2. Praktek ekonomi rakyat, Indonesia
memakai sistem ekonomi pancasila yang satu-satunya yang ada didunia dan hanya
dapat dipakai di Indonesia saja . Sebenarnya seperti apa sih sistem ekonomi
pancasila itu ?
Sistem
ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang berdasarkan kepada isi dari
pancasila yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : Berlakunya
etika & moral agama bukan materialsm.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab :
Tidak mengenal pemerasan dan eksploitasi.
3. Persatuan Indonesia : Berlakunya
kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan: Mengutamakan kehidupan ekonomi
rakyat dan hajat hidup orang banyak.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia : Asas persamaan atau emansipasi.
Dari sedikit penjelasan tentang sistem
ekonomi pancasila maka dapat kita simpulkan sesuai keadaan ekonomi sekarang
masih kurang relevan juga karena kebanyakan sektor ekonomi dan hasil bumi kita
dikuasi oleh asing. Selain itu adanya korupsi terbukti bahwa perekonomian kita
tidak mengikuti kaidah pancasila pada sila pertama “berlakunya etika &
moral bukan materialsm”. Dan banyaknya yang melupakan unsur kerakyatan yang
mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat kebanyakan para pemegang ekonomi terbesar
di Indonesia selalu mementingkan kehidupan ekonomi mereka sendiri bukannya
membantu ekonomi rakyat kecil yang sangat membutuhkan bantuan. Sekali lagi pada
aspek ke-2 ini masih kurang relevan.
3, Praktek ekonomi aktual (berwatak liberal ,
individualistis dan kapitalistik) .
Praktek ekonomi aktual itu seharusnya
melibatkan seluruh rakyatnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan praktek
ekonominya bukannya malah banyak melibatkan pihak asing yang menguasai sektor
ekonomi kita. Tidak adanya sifat individualis dalam praktek ekonomi pancasila
karena hal itu dapat memicu adanya KKN dan akan menyengsarakan orang banyak
karena tidak adanya peluang untuk mereka.
Sehingga
dapat disimpulkan, dari semua aspek ini platform pancasila dengan kondisi
sosial-ekonomi kita masih belum relevan. Karena saya rasa sangat kurang relevan
antara praktek aktual ekonomi dengan cita – cita ideal para pendiri bangsa.
Semoga kedepannya keadaan ekonomi kita semakin membaik dan kita dapat
menerapkan sistem ekonomi pancasila dengan selayaknya yang telah para pendiri
bangsa cita-citakan. Jadi, Melihat penerapan ekonomi Pancasila kita yang masih
amburadul. Sistem ekonomi Pancasila yang katanya kita anut ternyata tidak kita
terapkan dengan semestinya. Bahkan masih jauh dari konsep awalnya. Ia hanya
sebatas simbolisme formal dalam setiap seremoni kenegaraan. Berkaca pada
kondisi masyarakat Indonesia sekarang serta mengintip sejarah sistem perekonomian
kita sejak merdeka hingga sekarang. Konsep ekonomi Pancasila yang sejak awal
digariskan oleh Profesor Mubyarto, unsur moral dan sosial merupakan unsur yang
banyak bermain di dalamnya. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, budaya
korupsi tak akan mengakar, dan orang kaya pun tetap akan melirik rakyat miskin.
Sudah selayaknya konsep bagus dari Profesor Mubyarto ini tidaklah kita abaikan
begitu saja menjadi sebuah catatan. Jika kita memang menganut sistem ekonomi
Pancasila, sudah seharusnya filosofi dalam sistem tersebut kita terapkan.
Seorang
pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi
Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1. Pengembangan koperasi penggunaan insentif
sosial dan moral.
2. Komitmen pada upaya pemerataan.
3. Kebijakan ekonomi nasionalis
4. Keseimbangan antara perencanaan terpusat
5. Pelaksanaan secara terdesentralisasi
Ciri-ciri
negatif yang harus dihindari dalam ekonomi Pancasila adalah :
–
Sistem free fight liberalism (sistem persaingan bebas yang saling
menghancurkan)
–
Sistem etatisme (negara bersifat dominan sehingga dapat mematikan potensi,
kreasi dan inisiatif masyarakat)
-
Pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Langganan:
Postingan (Atom)