Selasa, 29 Maret 2016

KORUPSI DI INDONESIA


Korupsi di negara Indonesia semakin merajalela dan semakin berkembang. Hal ini terjadi karena hukuman yang di berikan kepada koruptor sangat kurang tegas. Sehingga koruptor di Indonesia tidak lagi dapat di hitung, karena sudah terlalu banyak.
Penegakan  hukum berkenaan dengan kasus korupsi di Indonesia masih sangat lemah.  Melihat sekarang ini para maling uang negara itu justru semakin bertambah lihai dalam mengakali hukum dan regulasi yang ada. Pergerakan  penghisap uang negara dan memperkaya diri sendiri itu, selalu selangkah lebih ke depan dibandingkan dengan hukum dan regulasi yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kita memiliki banyak hukum dan regulasinya, tapi penegakan hukum kasus korupsi masih lemah.
KPK dihantam dari berbagai sisi, termasuk ketika melakukan pengungkapan dan pentuntasan kasus korupsi. Dalam pemberantasan korupsi, jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum, diyakininya tidak akan memberikan dampak cukup signifikan.
Dalam hal ini dibutuhkan peran serta masyarakat dan seluruh komponen bangsa Indonesia agar bisa mempersempit ruang gerak tindak pidana korupsi. Pelaku korupsi, bukan orang sembarangan, mereka dipastikan memiliki tingkat intelejensi melebihi rata-rata dan tahu betul seluk-beluk hukum.
Ketika korupsi atau suap-menyuap dilakukan, tidak akan bisa terdeteksi dengan cukup mudah.  Karena mereka bisa saja mengelak. Makanya yang paling efektif itu adalah dengan melakukan tangkap tangan, agar koruptor tidak dapat menyangkal, bukti-bukti tidak akan bisa membantah yang sebenarnya.
Hukuman yang kurang tidak dapat membuat jera para koruptor di Indonesia. Sehingga sampai saat Indonesia  masih memiliki banyak koruptor. Bahkan dalam perusahaan besar sangat memudahkan para koruptor untuk melakukan suap-menyuap uang.  Bagi banyak korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan yang sudah sering dilakukan.
Meskipun sebagian besar gambarannya negatif, ada beberapa tanda-tanda positif. Pertama-tama perlu disebutkan bahwa ada dorongan besar dari rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi di Indonesia dan media yang bebas memberikan banyak ruang untuk menyampaikan suara mereka pada skala nasional meskipun beberapa institusi media - yang dimiliki oleh politisi atau pengusaha - memiliki agendanya sendiri untuk melakukan hal ini. Namun dorongan rakyat untuk memberantas korupsi berarti bahwa bersikap anti-korupsi sebenarnya bisa menjadi  pendulang suara  yang penting bagi politisi yang bercita-cita tinggi. Terlibat atau disebutkan dalam kasus korupsi benar-benar merusak karir karena dukungan rakyat akan merosot drastis. Efek samping negatif (bagi perekonomian negara) dari pengawasan publik ini yaitu pejabat pemerintah saat ini sangat berhati-hati dan ragu-ragu untuk mengucurkan alokasi anggaran pemerintahan mereka, takut menjadi korban dalam skandal korupsi.
Menurut saya pribadi korupsi ini seperti parasit didalam kepemerintahan yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan.
 Korupsi sangat sulit untuk dihilangkan bahkan hampir tidak mungkin dapat
diberantas, oleh karena itu sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang
eksak.Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang
pasti.
Akibat-akibat dari korupsi antara lain Pemborosan sumber-sumber, gangguan terhadap penanaman modal, bantuan yang lenyap,ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya,pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Upaya dalam menanggulanginnya, membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu, Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat, bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi dengan jalan meningkatkan ancaman kepada yang bersangkutan.
Disarankan  pemerintah harus bersikap lebih menghargai rakyat saat berada dibawah berjanji akan membawah kepemerintahan yang lebih baik,setelah diatas seakan janji itu sampah dengan begitu mudahnya dibuang.




Kamis, 24 Maret 2016

SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

Siap tidak siap MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita harus siap menghadapinya. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 ada diantara PELUANG (opportunities) dan ANCAMAN (threat). MEA adalah integrasi kawasan ASEAN dalam bidang perekonomian. Pembentukan MEA dilandaskan pada 4 pilar. Pertama, menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi. Kedua, menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif. Ketiga,menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, keempat, integrasi ke ekonomi global. Penyatuan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan angka kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN. MEA akan menyatukan pasar setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal. Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang bebas merupakan sebuah kemestian. Selain itu negara dalam kawasan juga diharuskan membebaskan arus investasi, modal dan tenaga terampil.
Menurut pendapat saya negara indonesia belum siap menghadapi MEA karena sumber daya manusia di negara indonesia tercinta ini masih kurang berkualitas, pendidikan yang kurang membuat negara kita ini tertinggal dari negara-negara lain oleh karena itu seharus nya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu rakyat nya agar dapat menikmati pendidikan yang layak jika para penduduk mendapat pendidikan yang layak pasti akan merubah pola pikir mereka menjadi lebih maju dan ingin berkembang. Jika mereka sudah mendapat pendidikan yang layak tidak mungkin mereka kalah bersaing dengan orang asing dalam menghadapi MEA agar dapat menciptakan SDM yang berkualitas alangkah baiknya pemerintah membuat program sekolah gratis untuk orang yang tidak mampu agar mereka dapat bersekolah tapi tidak mengeluarkan biaya setelah di adakannya program tersebut di harapkan tidak ada lagi anak yang kekurangan pendidikan, agar dapat bersaing dengan negara-negara tetangga.
aliran pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan persiapan terstruktur dan matang. MEA sudah jadi keputusan & ketetapan politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Semua hal diatur pada perjanjian-perjanjian yang terus dikaji, diimplementasikan, dan dievaluasi secara kontinu. Sebaliknya dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama belasan tahun kebelakang hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang terjadi secara alamiah, tanpa perencanaan atau persiapan yang memang diintegrasikan. Dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal. Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura. Masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang pada luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumber daya yang melimpah. Setiap negara anggota ASEAN akan membuka kesempatan bagi 8 sektor tenaga kerja seperti insinyur, arsitek, perawat, tenaga survey, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan secara terbuka. Artinya akan ada banyak orang dalam profesi ini yang akan masuk ke Indonesia dan bersaing dengan tenaga kerja Indonesia.
Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa  yang selalu diandalkan sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa berperan aktif dalam mendukung negara kita menjadi negara yang pantas dipertimbangkan dan negara yang paling berpengaruh dalam MEA. Adapun salah satu hal yang harus kita lakukan adalah membentuk pola pikir (mindset) siap bersaing dan percaya diri serta bangga dengan negara kita sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor seharusnya kita mengurangi konsumsi impor kita. Hal ini dipicu oleh cara pandang masyarakat yang masih enggan untuk mengalihkan pengeluaran mereka ke produk lokal. Mereka masih memiliki keyakinan bahwa kualitas asing lebih baik daripada kualitas lokal. Sebagai contoh, sektor pertanian Indonesia seharusnya tidak dapat diragukan lagi mengingat negara kita memiliki label negara Agraris. Namun, salah satu fakta yang menyedihkan adalah datang dari produk pisang lokal yang banyak dijual di supermarket berkelas. Pisang Cavendish (Sunpride), sering dinilai sebagai produk impor oleh masyarakat hanya karena kualitas pisang tersebut jauh melampaui kualitas pisang lokal lainnya (viasunpride.com) Hal itu menunjukkan betapa rendahnya kepercayaan diri masyarakat bahwa negara kita bisa menghasilkan produk berkualitas internasional. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran dan perlu kita ubah perlahan-lahan dengan memulainya dari diri kita sendiri. Mulai dengan membangun kesadaran dan memberikan contoh nyata kepada masyarakat dengan menggeser tingkat konsumsi ke arah produk lokal serta mencintai dan bangga terhadap produk karya anak negeri, Jika hal tersebut terus-menerus terjadi mungkin para petani indonesia akan mengalami kesusahan bukan tidak mungkin jika petani di indonesia beralih profesi dan pada akhirnya negara indonesia ini hanya menjadi negara konsumtif.
Kita harus mulai berpikir bahwa bukan saatnya lagi untuk berbangga atas sepatu, baju, tas, celana, dan barang-barang lain berlabel brand luar negeri hanya untuk mempertahankan gengsi. Selain itu, kita harus mempersiapkan diri kita untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus belajar menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA 2015.
MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia : satu sisi menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain dengan terbuka, tetapi pada sisi yang lain dapat menjadi bumerang untuk Indonesia apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
Agar dapat memanfaatkan kesempatan ini indonesia harus mempersiapkan para SDM yang mampu bersaing di dunia kerja dan juga para pengusaha dalam negeri yang harus kreatif untuk membuat produk-produk bertahan di pasaran.
Peluang dan tantangan Indonesia dalam kegiatan MEA
1.Pada Sisi Perdagangan
Menurut Santoso pada tahun 2008 Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjual-belikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik.
2.Pada Sisi Investasi
kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia.
3.Aspek Ketenagakerjaan
Terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

4.Pada Sisi Pendidikan dan Produktivitas
Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia masih berada pada peringkat keempat di ASEAN.
Resiko yang dihadapi Indonesia saat MEA
1.competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
2.exploitation risk dengan skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
3.risiko ketenagakarejaan dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN.

KESIMPULAN

Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keutungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas Negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastruktur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga keja dan perusahaan di indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di Negara sendiri

MASIH RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI

MASIH RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI
menurut pandangan saya dengan kondisi sosial-ekonomi kita masih belum relevan karena kondisi perekonomian saat ini belum setabil dan banyak terjadi ketimpangan. Dari berbagai kota yang pernah dikunjungi, pasti pernah terlintas di benak bahwa betapa banyak ketimpangan  di negeri ini. Di satu kawasan, berderet rumah besar, bagus, arsitektur indah, penghuninya sudah ditambah dengan beberapa pembantu, dan deretan mobil mewah pun ada di halaman. Sebaliknya masih banyak deretan rumah kardus dan rumah-rumah berpapan bekas yang berada di bawah kolong jembatan dengan keadaan MCK seadanya atau kadang tak ada sama sekali hingga harus menumpang ke masjid. Itulah gambaran sekilas kondisi perekonomian Indonesia saat ini dilihat dari kondisi rumah tinggal rakyatnya. Jika sudah begitu, mana bukti jika negara ini menganut sistem ekonomi pancasila?
1.         Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu moral agama yang berarti pembangunan di negara ini harus sesuai dengan moral dan ajaran-ajaran agama . Namun pada kenyataannya masih ada saja kasus penggusuran orang miskin dan paling parahnya lagi korupsi ada dimana-mana.
2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab, “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”. Gagasan ini sudah lama tertuang dalam bagian penjelasan Pasal 33 UUD 45 yang sudah diamandemen dalam konsep ‘kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang’. Sampai saat ini masih sulit meyakini realisasi semangat tersebut karena setiap upaya ‘memakmurkan ekonomi’ ternyata yang lebih merasakan dampaknya tetap saja ‘orang besar’ baik pengusaha ataupun pejabat pemerintahan. Masih saja ketimpangan sosial-ekonomi susah untuk diperkecil. Di puncak piramida yang menguasai mayoritas kue nasional dihuni segelintir manusia. Sebaliknya, di dasar piramida yang kuenya kecil diperebutkan puluhan juta orang (Khudori, 2004).
3.         Persatuan Indonesia, “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”. Platform ini sejalan dengan konsep founding fathers kita, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta, perihal ‘politik-ekonomi berdikari’ yang bersendikan usaha mandiri (self-help), percaya diri (self reliance), dan pilihan kebijakan luar negeri bebas-aktif. Kemandirian bukan saja menjadi cita-cita akhir pembangunan nasional, melainkan juga prinsip yang menjiwai setiap proses pembangunan itu sendiri. Ini mensyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional untuk tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga ‘nilai tambah sosial-kultural’, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian bangsa (Swasono, 2003). Oleh karena itu pokok perhatian seharusnya diberikan pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Ekonomi rakyatlah yang bersifat mandiri, tidak ‘menyusahkan’ atau ‘membebani’ ekonomi nasional di saat krisis, sehingga ‘daya tahan’ ekonomi mereka tidak perlu diragukan lagi. Lalu, kenapa saat ini nasionalisme ekonomi seakan-akan telah dianggap tidak penting, tidak relevan, dan tidak perlu diperjuangkan? Lihat saja, petani dan peternak kecil kita begitu ‘menjerit’ di saat ada impor beras, gula, dan paha ayam. Apa gunanya kampanye cinta produk dalam negeri bila pemihakan terhadap pelaku ekonomi rakyat sebagai produsen lokal masih setengah hati.
4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. Prinsip ini dijiwai oleh semangat Pasal 33 UUD 1945 yang kini sudah berganti menjadi UUD 2002 (amandemen keempat). Perubahan ini telah menghilangkan seluruh penjelasan UUD 1945 termasuk penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dan landasan konstitusional koperasi. Oleh karena itu, upaya penegakan demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan pasar bebas, yang menjadi senjata penganut paham liberalisme dan kapitalisme. Isu-isu yang kemudian dicuatkan diantaranya adalah privatisasi BUMN dan liberalisasi impor.
5.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tujuan keadilan sosial juga mencakup keadilan antar wilayah (daerah), yang memungkinkan seluruh wilayah di Indonesia berkembang sesuai potensi masing-masing. Oleh karena itu pengalaman pahit sentralisasi politik-ekonomi era Orde Baru dapat kita jadikan pelajaran untuk menyusun strategi pembangunan nasional. Inilah substansi Negara Kesatuan yang tidak membiarkan terjadinya ketimpangan sosial-ekonomi antardaerah melalui pemusatan aktivitas ekonomi oleh pemerintah pusat, dan di pusat pemerintahan. Paradigma yang kemudian dibangun adalah pembangunan Indonesia, bukannya pembangunan di Indonesia seperti yang dilakukan Orde Baru dengan paham developmentalism yang netral visi dan misi (Swasono, 2003).
Platform Sistem Ekonomi Pancasia menurut Prof Mubyarto, yaitu :
1.         Moral agama.
2.         Moral kemerataaan sosial.
3.         Moral nasionalisme ekonomi.
4.         Moral kerakyatan.
5.         Moral keadilan sosial.
Inilah relevansi lima platform Ekonomi Pancasila yang dapat menjadi panduan (guidance) bagi pergantian sistem dan ideologi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih bermoral, berkerakyatan, dan berciri ‘ke-Indonesia-an’, sehingga lebih menjamin upaya pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ada 3 indikator yaitu :
1.         Cita-cita ideal para pendiri bangsa
     Cita-cita para pendiri bangsa untuk kemajuan Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 yang berbunyi : “Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Jadi sebenarnya cita-cita para pendiri bangsa itu sangatlah sederhana. Tapi apa yang sedang terjadi saat ini pada bidang ekonomi sangatlah berbanding terbalik dengan cita-cita pendiri bangsa “makmur”. Apakah dengan ketidakstabilan ekonomi di Indonesia dapat membuat rakyatnya makmur ? dan apakah konsep “adil” masih berlaku disini ? Kebanyakan rakyat kecil sering mendapatkan ketidak-adilan dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat kecil terkadang suka dilakukan semena-mena karena dianggap mereka itu lemah. Jadi menurut saya dari aspek pertama ini platform pancasila masih kurang relevan pada kondisi sosial-ekonomi di Indonesia.
2.         Praktek ekonomi rakyat, Indonesia memakai sistem ekonomi pancasila yang satu-satunya yang ada didunia dan hanya dapat dipakai di Indonesia saja . Sebenarnya seperti apa sih sistem ekonomi pancasila itu ?
Sistem ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang berdasarkan kepada isi dari pancasila yaitu :
1.         Ketuhanan Yang Maha Esa : Berlakunya etika & moral agama bukan materialsm.
2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab : Tidak mengenal pemerasan dan eksploitasi.
3.         Persatuan Indonesia : Berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi.
4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan: Mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak.
5.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia : Asas persamaan atau emansipasi.
     Dari sedikit penjelasan tentang sistem ekonomi pancasila maka dapat kita simpulkan sesuai keadaan ekonomi sekarang masih kurang relevan juga karena kebanyakan sektor ekonomi dan hasil bumi kita dikuasi oleh asing. Selain itu adanya korupsi terbukti bahwa perekonomian kita tidak mengikuti kaidah pancasila pada sila pertama “berlakunya etika & moral bukan materialsm”. Dan banyaknya yang melupakan unsur kerakyatan yang mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat kebanyakan para pemegang ekonomi terbesar di Indonesia selalu mementingkan kehidupan ekonomi mereka sendiri bukannya membantu ekonomi rakyat kecil yang sangat membutuhkan bantuan. Sekali lagi pada aspek ke-2 ini masih kurang relevan.
 3, Praktek ekonomi aktual (berwatak liberal , individualistis dan kapitalistik) .
     Praktek ekonomi aktual itu seharusnya melibatkan seluruh rakyatnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan praktek ekonominya bukannya malah banyak melibatkan pihak asing yang menguasai sektor ekonomi kita. Tidak adanya sifat individualis dalam praktek ekonomi pancasila karena hal itu dapat memicu adanya KKN dan akan menyengsarakan orang banyak karena tidak adanya peluang untuk mereka.
Sehingga dapat disimpulkan, dari semua aspek ini platform pancasila dengan kondisi sosial-ekonomi kita masih belum relevan. Karena saya rasa sangat kurang relevan antara praktek aktual ekonomi dengan cita – cita ideal para pendiri bangsa. Semoga kedepannya keadaan ekonomi kita semakin membaik dan kita dapat menerapkan sistem ekonomi pancasila dengan selayaknya yang telah para pendiri bangsa cita-citakan. Jadi, Melihat penerapan ekonomi Pancasila kita yang masih amburadul. Sistem ekonomi Pancasila yang katanya kita anut ternyata tidak kita terapkan dengan semestinya. Bahkan masih jauh dari konsep awalnya. Ia hanya sebatas simbolisme formal dalam setiap seremoni kenegaraan. Berkaca pada kondisi masyarakat Indonesia sekarang serta mengintip sejarah sistem perekonomian kita sejak merdeka hingga sekarang. Konsep ekonomi Pancasila yang sejak awal digariskan oleh Profesor Mubyarto, unsur moral dan sosial merupakan unsur yang banyak bermain di dalamnya. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, budaya korupsi tak akan mengakar, dan orang kaya pun tetap akan melirik rakyat miskin. Sudah selayaknya konsep bagus dari Profesor Mubyarto ini tidaklah kita abaikan begitu saja menjadi sebuah catatan. Jika kita memang menganut sistem ekonomi Pancasila, sudah seharusnya filosofi dalam sistem tersebut kita terapkan.
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1.    Pengembangan koperasi penggunaan insentif sosial dan moral.
2.    Komitmen pada upaya pemerataan.
3.    Kebijakan ekonomi nasionalis
4.    Keseimbangan antara perencanaan terpusat
5.    Pelaksanaan secara terdesentralisasi
Ciri-ciri negatif yang harus dihindari dalam ekonomi Pancasila adalah :
– Sistem free fight liberalism (sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan)
– Sistem etatisme (negara bersifat dominan sehingga dapat mematikan potensi, kreasi dan inisiatif masyarakat)
-          Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.