MASIH
RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI
menurut
pandangan saya dengan kondisi sosial-ekonomi kita masih belum relevan karena
kondisi perekonomian saat ini belum setabil dan banyak terjadi ketimpangan.
Dari berbagai kota yang pernah dikunjungi, pasti pernah terlintas di benak
bahwa betapa banyak ketimpangan di
negeri ini. Di satu kawasan, berderet rumah besar, bagus, arsitektur indah,
penghuninya sudah ditambah dengan beberapa pembantu, dan deretan mobil mewah
pun ada di halaman. Sebaliknya masih banyak deretan rumah kardus dan
rumah-rumah berpapan bekas yang berada di bawah kolong jembatan dengan keadaan
MCK seadanya atau kadang tak ada sama sekali hingga harus menumpang ke masjid.
Itulah gambaran sekilas kondisi perekonomian Indonesia saat ini dilihat dari
kondisi rumah tinggal rakyatnya. Jika sudah begitu, mana bukti jika negara ini
menganut sistem ekonomi pancasila?
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu moral
agama yang berarti pembangunan di negara ini harus sesuai dengan moral dan
ajaran-ajaran agama . Namun pada kenyataannya masih ada saja kasus penggusuran
orang miskin dan paling parahnya lagi korupsi ada dimana-mana.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
“kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan
kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan
ekonomi dan kesenjangan sosial”. Gagasan ini sudah lama tertuang dalam bagian
penjelasan Pasal 33 UUD 45 yang sudah diamandemen dalam konsep ‘kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang’. Sampai saat ini
masih sulit meyakini realisasi semangat tersebut karena setiap upaya
‘memakmurkan ekonomi’ ternyata yang lebih merasakan dampaknya tetap saja ‘orang
besar’ baik pengusaha ataupun pejabat pemerintahan. Masih saja ketimpangan
sosial-ekonomi susah untuk diperkecil. Di puncak piramida yang menguasai
mayoritas kue nasional dihuni segelintir manusia. Sebaliknya, di dasar piramida
yang kuenya kecil diperebutkan puluhan juta orang (Khudori, 2004).
3. Persatuan Indonesia, “nasionalisme
ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya
perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”. Platform ini sejalan
dengan konsep founding fathers kita, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta,
perihal ‘politik-ekonomi berdikari’ yang bersendikan usaha mandiri (self-help),
percaya diri (self reliance), dan pilihan kebijakan luar negeri bebas-aktif.
Kemandirian bukan saja menjadi cita-cita akhir pembangunan nasional, melainkan
juga prinsip yang menjiwai setiap proses pembangunan itu sendiri. Ini
mensyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal
dan nasional untuk tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga
‘nilai tambah sosial-kultural’, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian
bangsa (Swasono, 2003). Oleh karena itu pokok perhatian seharusnya diberikan
pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi
nasional. Ekonomi rakyatlah yang bersifat mandiri, tidak ‘menyusahkan’ atau
‘membebani’ ekonomi nasional di saat krisis, sehingga ‘daya tahan’ ekonomi mereka
tidak perlu diragukan lagi. Lalu, kenapa saat ini nasionalisme ekonomi
seakan-akan telah dianggap tidak penting, tidak relevan, dan tidak perlu
diperjuangkan? Lihat saja, petani dan peternak kecil kita begitu ‘menjerit’ di
saat ada impor beras, gula, dan paha ayam. Apa gunanya kampanye cinta produk
dalam negeri bila pemihakan terhadap pelaku ekonomi rakyat sebagai produsen
lokal masih setengah hati.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, “demokrasi ekonomi berdasar
kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai
perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. Prinsip ini dijiwai oleh semangat
Pasal 33 UUD 1945 yang kini sudah berganti menjadi UUD 2002 (amandemen
keempat). Perubahan ini telah menghilangkan seluruh penjelasan UUD 1945
termasuk penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi
dan landasan konstitusional koperasi. Oleh karena itu, upaya penegakan
demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan
pasar bebas, yang menjadi senjata penganut paham liberalisme dan kapitalisme.
Isu-isu yang kemudian dicuatkan diantaranya adalah privatisasi BUMN dan
liberalisasi impor.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan
nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan
bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Tujuan keadilan sosial juga mencakup keadilan antar wilayah
(daerah), yang memungkinkan seluruh wilayah di Indonesia berkembang sesuai
potensi masing-masing. Oleh karena itu pengalaman pahit sentralisasi
politik-ekonomi era Orde Baru dapat kita jadikan pelajaran untuk menyusun
strategi pembangunan nasional. Inilah substansi Negara Kesatuan yang tidak
membiarkan terjadinya ketimpangan sosial-ekonomi antardaerah melalui pemusatan
aktivitas ekonomi oleh pemerintah pusat, dan di pusat pemerintahan. Paradigma
yang kemudian dibangun adalah pembangunan Indonesia, bukannya pembangunan di
Indonesia seperti yang dilakukan Orde Baru dengan paham developmentalism yang
netral visi dan misi (Swasono, 2003).
Platform
Sistem Ekonomi Pancasia menurut Prof Mubyarto, yaitu :
1. Moral agama.
2. Moral kemerataaan sosial.
3. Moral nasionalisme ekonomi.
4. Moral kerakyatan.
5. Moral keadilan sosial.
Inilah
relevansi lima platform Ekonomi Pancasila yang dapat menjadi panduan (guidance)
bagi pergantian sistem dan ideologi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih
bermoral, berkerakyatan, dan berciri ‘ke-Indonesia-an’, sehingga lebih menjamin
upaya pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ada
3 indikator yaitu :
1. Cita-cita ideal para pendiri bangsa
Cita-cita para pendiri bangsa untuk
kemajuan Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 yang berbunyi
: “Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur “. Jadi sebenarnya cita-cita para pendiri bangsa itu sangatlah
sederhana. Tapi apa yang sedang terjadi saat ini pada bidang ekonomi sangatlah
berbanding terbalik dengan cita-cita pendiri bangsa “makmur”. Apakah dengan
ketidakstabilan ekonomi di Indonesia dapat membuat rakyatnya makmur ? dan
apakah konsep “adil” masih berlaku disini ? Kebanyakan rakyat kecil sering
mendapatkan ketidak-adilan dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat kecil
terkadang suka dilakukan semena-mena karena dianggap mereka itu lemah. Jadi
menurut saya dari aspek pertama ini platform pancasila masih kurang relevan
pada kondisi sosial-ekonomi di Indonesia.
2. Praktek ekonomi rakyat, Indonesia
memakai sistem ekonomi pancasila yang satu-satunya yang ada didunia dan hanya
dapat dipakai di Indonesia saja . Sebenarnya seperti apa sih sistem ekonomi
pancasila itu ?
Sistem
ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang berdasarkan kepada isi dari
pancasila yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : Berlakunya
etika & moral agama bukan materialsm.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab :
Tidak mengenal pemerasan dan eksploitasi.
3. Persatuan Indonesia : Berlakunya
kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan: Mengutamakan kehidupan ekonomi
rakyat dan hajat hidup orang banyak.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia : Asas persamaan atau emansipasi.
Dari sedikit penjelasan tentang sistem
ekonomi pancasila maka dapat kita simpulkan sesuai keadaan ekonomi sekarang
masih kurang relevan juga karena kebanyakan sektor ekonomi dan hasil bumi kita
dikuasi oleh asing. Selain itu adanya korupsi terbukti bahwa perekonomian kita
tidak mengikuti kaidah pancasila pada sila pertama “berlakunya etika &
moral bukan materialsm”. Dan banyaknya yang melupakan unsur kerakyatan yang
mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat kebanyakan para pemegang ekonomi terbesar
di Indonesia selalu mementingkan kehidupan ekonomi mereka sendiri bukannya
membantu ekonomi rakyat kecil yang sangat membutuhkan bantuan. Sekali lagi pada
aspek ke-2 ini masih kurang relevan.
3, Praktek ekonomi aktual (berwatak liberal ,
individualistis dan kapitalistik) .
Praktek ekonomi aktual itu seharusnya
melibatkan seluruh rakyatnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan praktek
ekonominya bukannya malah banyak melibatkan pihak asing yang menguasai sektor
ekonomi kita. Tidak adanya sifat individualis dalam praktek ekonomi pancasila
karena hal itu dapat memicu adanya KKN dan akan menyengsarakan orang banyak
karena tidak adanya peluang untuk mereka.
Sehingga
dapat disimpulkan, dari semua aspek ini platform pancasila dengan kondisi
sosial-ekonomi kita masih belum relevan. Karena saya rasa sangat kurang relevan
antara praktek aktual ekonomi dengan cita – cita ideal para pendiri bangsa.
Semoga kedepannya keadaan ekonomi kita semakin membaik dan kita dapat
menerapkan sistem ekonomi pancasila dengan selayaknya yang telah para pendiri
bangsa cita-citakan. Jadi, Melihat penerapan ekonomi Pancasila kita yang masih
amburadul. Sistem ekonomi Pancasila yang katanya kita anut ternyata tidak kita
terapkan dengan semestinya. Bahkan masih jauh dari konsep awalnya. Ia hanya
sebatas simbolisme formal dalam setiap seremoni kenegaraan. Berkaca pada
kondisi masyarakat Indonesia sekarang serta mengintip sejarah sistem perekonomian
kita sejak merdeka hingga sekarang. Konsep ekonomi Pancasila yang sejak awal
digariskan oleh Profesor Mubyarto, unsur moral dan sosial merupakan unsur yang
banyak bermain di dalamnya. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, budaya
korupsi tak akan mengakar, dan orang kaya pun tetap akan melirik rakyat miskin.
Sudah selayaknya konsep bagus dari Profesor Mubyarto ini tidaklah kita abaikan
begitu saja menjadi sebuah catatan. Jika kita memang menganut sistem ekonomi
Pancasila, sudah seharusnya filosofi dalam sistem tersebut kita terapkan.
Seorang
pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi
Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1. Pengembangan koperasi penggunaan insentif
sosial dan moral.
2. Komitmen pada upaya pemerataan.
3. Kebijakan ekonomi nasionalis
4. Keseimbangan antara perencanaan terpusat
5. Pelaksanaan secara terdesentralisasi
Ciri-ciri
negatif yang harus dihindari dalam ekonomi Pancasila adalah :
–
Sistem free fight liberalism (sistem persaingan bebas yang saling
menghancurkan)
–
Sistem etatisme (negara bersifat dominan sehingga dapat mematikan potensi,
kreasi dan inisiatif masyarakat)
-
Pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar