Kamis, 24 Maret 2016

MASIH RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI

MASIH RELEVANKAH SISTEM EKONOMI PANCASILA SAAT INI
menurut pandangan saya dengan kondisi sosial-ekonomi kita masih belum relevan karena kondisi perekonomian saat ini belum setabil dan banyak terjadi ketimpangan. Dari berbagai kota yang pernah dikunjungi, pasti pernah terlintas di benak bahwa betapa banyak ketimpangan  di negeri ini. Di satu kawasan, berderet rumah besar, bagus, arsitektur indah, penghuninya sudah ditambah dengan beberapa pembantu, dan deretan mobil mewah pun ada di halaman. Sebaliknya masih banyak deretan rumah kardus dan rumah-rumah berpapan bekas yang berada di bawah kolong jembatan dengan keadaan MCK seadanya atau kadang tak ada sama sekali hingga harus menumpang ke masjid. Itulah gambaran sekilas kondisi perekonomian Indonesia saat ini dilihat dari kondisi rumah tinggal rakyatnya. Jika sudah begitu, mana bukti jika negara ini menganut sistem ekonomi pancasila?
1.         Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu moral agama yang berarti pembangunan di negara ini harus sesuai dengan moral dan ajaran-ajaran agama . Namun pada kenyataannya masih ada saja kasus penggusuran orang miskin dan paling parahnya lagi korupsi ada dimana-mana.
2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab, “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”. Gagasan ini sudah lama tertuang dalam bagian penjelasan Pasal 33 UUD 45 yang sudah diamandemen dalam konsep ‘kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang’. Sampai saat ini masih sulit meyakini realisasi semangat tersebut karena setiap upaya ‘memakmurkan ekonomi’ ternyata yang lebih merasakan dampaknya tetap saja ‘orang besar’ baik pengusaha ataupun pejabat pemerintahan. Masih saja ketimpangan sosial-ekonomi susah untuk diperkecil. Di puncak piramida yang menguasai mayoritas kue nasional dihuni segelintir manusia. Sebaliknya, di dasar piramida yang kuenya kecil diperebutkan puluhan juta orang (Khudori, 2004).
3.         Persatuan Indonesia, “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”. Platform ini sejalan dengan konsep founding fathers kita, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta, perihal ‘politik-ekonomi berdikari’ yang bersendikan usaha mandiri (self-help), percaya diri (self reliance), dan pilihan kebijakan luar negeri bebas-aktif. Kemandirian bukan saja menjadi cita-cita akhir pembangunan nasional, melainkan juga prinsip yang menjiwai setiap proses pembangunan itu sendiri. Ini mensyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional untuk tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga ‘nilai tambah sosial-kultural’, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian bangsa (Swasono, 2003). Oleh karena itu pokok perhatian seharusnya diberikan pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Ekonomi rakyatlah yang bersifat mandiri, tidak ‘menyusahkan’ atau ‘membebani’ ekonomi nasional di saat krisis, sehingga ‘daya tahan’ ekonomi mereka tidak perlu diragukan lagi. Lalu, kenapa saat ini nasionalisme ekonomi seakan-akan telah dianggap tidak penting, tidak relevan, dan tidak perlu diperjuangkan? Lihat saja, petani dan peternak kecil kita begitu ‘menjerit’ di saat ada impor beras, gula, dan paha ayam. Apa gunanya kampanye cinta produk dalam negeri bila pemihakan terhadap pelaku ekonomi rakyat sebagai produsen lokal masih setengah hati.
4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. Prinsip ini dijiwai oleh semangat Pasal 33 UUD 1945 yang kini sudah berganti menjadi UUD 2002 (amandemen keempat). Perubahan ini telah menghilangkan seluruh penjelasan UUD 1945 termasuk penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dan landasan konstitusional koperasi. Oleh karena itu, upaya penegakan demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan pasar bebas, yang menjadi senjata penganut paham liberalisme dan kapitalisme. Isu-isu yang kemudian dicuatkan diantaranya adalah privatisasi BUMN dan liberalisasi impor.
5.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tujuan keadilan sosial juga mencakup keadilan antar wilayah (daerah), yang memungkinkan seluruh wilayah di Indonesia berkembang sesuai potensi masing-masing. Oleh karena itu pengalaman pahit sentralisasi politik-ekonomi era Orde Baru dapat kita jadikan pelajaran untuk menyusun strategi pembangunan nasional. Inilah substansi Negara Kesatuan yang tidak membiarkan terjadinya ketimpangan sosial-ekonomi antardaerah melalui pemusatan aktivitas ekonomi oleh pemerintah pusat, dan di pusat pemerintahan. Paradigma yang kemudian dibangun adalah pembangunan Indonesia, bukannya pembangunan di Indonesia seperti yang dilakukan Orde Baru dengan paham developmentalism yang netral visi dan misi (Swasono, 2003).
Platform Sistem Ekonomi Pancasia menurut Prof Mubyarto, yaitu :
1.         Moral agama.
2.         Moral kemerataaan sosial.
3.         Moral nasionalisme ekonomi.
4.         Moral kerakyatan.
5.         Moral keadilan sosial.
Inilah relevansi lima platform Ekonomi Pancasila yang dapat menjadi panduan (guidance) bagi pergantian sistem dan ideologi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih bermoral, berkerakyatan, dan berciri ‘ke-Indonesia-an’, sehingga lebih menjamin upaya pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ada 3 indikator yaitu :
1.         Cita-cita ideal para pendiri bangsa
     Cita-cita para pendiri bangsa untuk kemajuan Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 yang berbunyi : “Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Jadi sebenarnya cita-cita para pendiri bangsa itu sangatlah sederhana. Tapi apa yang sedang terjadi saat ini pada bidang ekonomi sangatlah berbanding terbalik dengan cita-cita pendiri bangsa “makmur”. Apakah dengan ketidakstabilan ekonomi di Indonesia dapat membuat rakyatnya makmur ? dan apakah konsep “adil” masih berlaku disini ? Kebanyakan rakyat kecil sering mendapatkan ketidak-adilan dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat kecil terkadang suka dilakukan semena-mena karena dianggap mereka itu lemah. Jadi menurut saya dari aspek pertama ini platform pancasila masih kurang relevan pada kondisi sosial-ekonomi di Indonesia.
2.         Praktek ekonomi rakyat, Indonesia memakai sistem ekonomi pancasila yang satu-satunya yang ada didunia dan hanya dapat dipakai di Indonesia saja . Sebenarnya seperti apa sih sistem ekonomi pancasila itu ?
Sistem ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang berdasarkan kepada isi dari pancasila yaitu :
1.         Ketuhanan Yang Maha Esa : Berlakunya etika & moral agama bukan materialsm.
2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab : Tidak mengenal pemerasan dan eksploitasi.
3.         Persatuan Indonesia : Berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi.
4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan: Mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak.
5.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia : Asas persamaan atau emansipasi.
     Dari sedikit penjelasan tentang sistem ekonomi pancasila maka dapat kita simpulkan sesuai keadaan ekonomi sekarang masih kurang relevan juga karena kebanyakan sektor ekonomi dan hasil bumi kita dikuasi oleh asing. Selain itu adanya korupsi terbukti bahwa perekonomian kita tidak mengikuti kaidah pancasila pada sila pertama “berlakunya etika & moral bukan materialsm”. Dan banyaknya yang melupakan unsur kerakyatan yang mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat kebanyakan para pemegang ekonomi terbesar di Indonesia selalu mementingkan kehidupan ekonomi mereka sendiri bukannya membantu ekonomi rakyat kecil yang sangat membutuhkan bantuan. Sekali lagi pada aspek ke-2 ini masih kurang relevan.
 3, Praktek ekonomi aktual (berwatak liberal , individualistis dan kapitalistik) .
     Praktek ekonomi aktual itu seharusnya melibatkan seluruh rakyatnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan praktek ekonominya bukannya malah banyak melibatkan pihak asing yang menguasai sektor ekonomi kita. Tidak adanya sifat individualis dalam praktek ekonomi pancasila karena hal itu dapat memicu adanya KKN dan akan menyengsarakan orang banyak karena tidak adanya peluang untuk mereka.
Sehingga dapat disimpulkan, dari semua aspek ini platform pancasila dengan kondisi sosial-ekonomi kita masih belum relevan. Karena saya rasa sangat kurang relevan antara praktek aktual ekonomi dengan cita – cita ideal para pendiri bangsa. Semoga kedepannya keadaan ekonomi kita semakin membaik dan kita dapat menerapkan sistem ekonomi pancasila dengan selayaknya yang telah para pendiri bangsa cita-citakan. Jadi, Melihat penerapan ekonomi Pancasila kita yang masih amburadul. Sistem ekonomi Pancasila yang katanya kita anut ternyata tidak kita terapkan dengan semestinya. Bahkan masih jauh dari konsep awalnya. Ia hanya sebatas simbolisme formal dalam setiap seremoni kenegaraan. Berkaca pada kondisi masyarakat Indonesia sekarang serta mengintip sejarah sistem perekonomian kita sejak merdeka hingga sekarang. Konsep ekonomi Pancasila yang sejak awal digariskan oleh Profesor Mubyarto, unsur moral dan sosial merupakan unsur yang banyak bermain di dalamnya. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, budaya korupsi tak akan mengakar, dan orang kaya pun tetap akan melirik rakyat miskin. Sudah selayaknya konsep bagus dari Profesor Mubyarto ini tidaklah kita abaikan begitu saja menjadi sebuah catatan. Jika kita memang menganut sistem ekonomi Pancasila, sudah seharusnya filosofi dalam sistem tersebut kita terapkan.
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1.    Pengembangan koperasi penggunaan insentif sosial dan moral.
2.    Komitmen pada upaya pemerataan.
3.    Kebijakan ekonomi nasionalis
4.    Keseimbangan antara perencanaan terpusat
5.    Pelaksanaan secara terdesentralisasi
Ciri-ciri negatif yang harus dihindari dalam ekonomi Pancasila adalah :
– Sistem free fight liberalism (sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan)
– Sistem etatisme (negara bersifat dominan sehingga dapat mematikan potensi, kreasi dan inisiatif masyarakat)
-          Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar