Siap tidak siap MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita
harus siap menghadapinya. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 ada
diantara PELUANG (opportunities) dan ANCAMAN (threat). MEA adalah integrasi
kawasan ASEAN dalam bidang perekonomian. Pembentukan MEA dilandaskan pada 4 pilar.
Pertama, menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi. Kedua,
menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif. Ketiga,menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang seimbang, keempat, integrasi ke ekonomi global. Penyatuan ini ditujukan
untuk meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan
angka kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN. MEA
akan menyatukan pasar setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal.
Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang bebas merupakan sebuah
kemestian. Selain itu negara dalam kawasan juga diharuskan membebaskan arus
investasi, modal dan tenaga terampil.
Menurut pendapat saya negara indonesia belum siap menghadapi MEA
karena sumber daya manusia di negara indonesia tercinta ini masih kurang
berkualitas, pendidikan yang kurang membuat negara kita ini tertinggal dari
negara-negara lain oleh karena itu seharus nya pemerintah mengeluarkan
kebijakan yang dapat membantu rakyat nya agar dapat menikmati pendidikan yang
layak jika para penduduk mendapat pendidikan yang layak pasti akan merubah pola
pikir mereka menjadi lebih maju dan ingin berkembang. Jika mereka sudah
mendapat pendidikan yang layak tidak mungkin mereka kalah bersaing dengan orang
asing dalam menghadapi MEA agar dapat menciptakan SDM yang berkualitas alangkah
baiknya pemerintah membuat program sekolah gratis untuk orang yang tidak mampu
agar mereka dapat bersekolah tapi tidak mengeluarkan biaya setelah di adakannya
program tersebut di harapkan tidak ada lagi anak yang kekurangan pendidikan,
agar dapat bersaing dengan negara-negara tetangga.
aliran
pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur
dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan
persiapan terstruktur dan matang. MEA sudah jadi keputusan & ketetapan
politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Semua hal diatur pada
perjanjian-perjanjian yang terus dikaji, diimplementasikan, dan dievaluasi
secara kontinu. Sebaliknya dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama
belasan tahun kebelakang hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang
terjadi secara alamiah, tanpa perencanaan atau persiapan yang memang
diintegrasikan. Dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal.
Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan
Singapura. Masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang pada luas negara yang
begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumber daya yang melimpah.
Setiap negara anggota ASEAN akan membuka kesempatan bagi 8 sektor tenaga kerja
seperti insinyur, arsitek, perawat, tenaga survey, tenaga pariwisata, praktisi
medis, dokter gigi dan akuntan secara terbuka. Artinya akan ada banyak orang
dalam profesi ini yang akan masuk ke Indonesia dan bersaing dengan tenaga kerja
Indonesia.
Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa
yang selalu diandalkan sebagai agen perubahan (agent of change),
mahasiswa berperan aktif dalam mendukung negara kita menjadi negara yang pantas
dipertimbangkan dan negara yang paling berpengaruh dalam MEA. Adapun salah satu
hal yang harus kita lakukan adalah membentuk pola pikir (mindset) siap bersaing
dan percaya diri serta bangga dengan negara kita sendiri. Seperti yang kita
ketahui bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor seharusnya
kita mengurangi konsumsi impor kita. Hal ini dipicu oleh cara pandang
masyarakat yang masih enggan untuk mengalihkan pengeluaran mereka ke produk
lokal. Mereka masih memiliki keyakinan bahwa kualitas asing lebih baik daripada
kualitas lokal. Sebagai contoh, sektor pertanian Indonesia seharusnya tidak
dapat diragukan lagi mengingat negara kita memiliki label negara Agraris.
Namun, salah satu fakta yang menyedihkan adalah datang dari produk pisang lokal
yang banyak dijual di supermarket berkelas. Pisang Cavendish (Sunpride), sering
dinilai sebagai produk impor oleh masyarakat hanya karena kualitas pisang
tersebut jauh melampaui kualitas pisang lokal lainnya (viasunpride.com) Hal itu
menunjukkan betapa rendahnya kepercayaan diri masyarakat bahwa negara kita bisa
menghasilkan produk berkualitas internasional. Hal inilah yang menjadi
kekhawatiran dan perlu kita ubah perlahan-lahan dengan memulainya dari diri
kita sendiri. Mulai dengan membangun kesadaran dan memberikan contoh nyata
kepada masyarakat dengan menggeser tingkat konsumsi ke arah produk lokal serta
mencintai dan bangga terhadap produk karya anak negeri, Jika hal tersebut
terus-menerus terjadi mungkin para petani indonesia akan mengalami kesusahan
bukan tidak mungkin jika petani di indonesia beralih profesi dan pada akhirnya
negara indonesia ini hanya menjadi negara konsumtif.
Kita harus mulai berpikir bahwa bukan saatnya lagi untuk berbangga
atas sepatu, baju, tas, celana, dan barang-barang lain berlabel brand luar
negeri hanya untuk mempertahankan gengsi. Selain itu, kita harus mempersiapkan
diri kita untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus
belajar menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan
pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi
kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan
bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai
modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA 2015.
MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia : satu sisi menjadi
kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber
daya manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain dengan terbuka, tetapi
pada sisi yang lain dapat menjadi bumerang untuk Indonesia apabila Indonesia
tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
Agar
dapat memanfaatkan kesempatan ini indonesia harus mempersiapkan para SDM yang
mampu bersaing di dunia kerja dan juga para pengusaha dalam negeri yang harus
kreatif untuk membuat produk-produk bertahan di pasaran.
Peluang
dan tantangan Indonesia dalam kegiatan MEA
1.Pada
Sisi Perdagangan
Menurut Santoso pada tahun 2008 Bagi Indonesia sendiri, MEA akan
menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung
berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada
peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi
lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas
komoditas yang diperjual-belikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet,
produk kayu, tekstil, dan barang elektronik.
2.Pada
Sisi Investasi
kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign
Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui
perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya
manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia.
3.Aspek
Ketenagakerjaan
Terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan
keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam
rangka mencari pekerjaan menjadi lebih
mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan
yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan
kriteria yang diinginkan.
4.Pada
Sisi Pendidikan dan Produktivitas
Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal
dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia masih berada pada peringkat keempat di
ASEAN.
Resiko
yang dihadapi Indonesia saat MEA
1.competition
risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah
banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan
produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya
akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
2.exploitation
risk dengan skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan
asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya
alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan
juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di
Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat
untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang
terkandung.
3.risiko
ketenagakarejaan dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih
kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan
Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia
berada pada peringkat keempat di ASEAN.
KESIMPULAN
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk
memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh
keutungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan
risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena
itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang
akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat.
Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas Negara dan para pelaku usaha
diperlukan, infrastruktur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan)
perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing
tenaga keja dan perusahaan di indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi
penonton di Negara sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar