Kamis, 24 Maret 2016

SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

Siap tidak siap MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita harus siap menghadapinya. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 ada diantara PELUANG (opportunities) dan ANCAMAN (threat). MEA adalah integrasi kawasan ASEAN dalam bidang perekonomian. Pembentukan MEA dilandaskan pada 4 pilar. Pertama, menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi. Kedua, menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif. Ketiga,menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, keempat, integrasi ke ekonomi global. Penyatuan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan angka kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN. MEA akan menyatukan pasar setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal. Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang bebas merupakan sebuah kemestian. Selain itu negara dalam kawasan juga diharuskan membebaskan arus investasi, modal dan tenaga terampil.
Menurut pendapat saya negara indonesia belum siap menghadapi MEA karena sumber daya manusia di negara indonesia tercinta ini masih kurang berkualitas, pendidikan yang kurang membuat negara kita ini tertinggal dari negara-negara lain oleh karena itu seharus nya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu rakyat nya agar dapat menikmati pendidikan yang layak jika para penduduk mendapat pendidikan yang layak pasti akan merubah pola pikir mereka menjadi lebih maju dan ingin berkembang. Jika mereka sudah mendapat pendidikan yang layak tidak mungkin mereka kalah bersaing dengan orang asing dalam menghadapi MEA agar dapat menciptakan SDM yang berkualitas alangkah baiknya pemerintah membuat program sekolah gratis untuk orang yang tidak mampu agar mereka dapat bersekolah tapi tidak mengeluarkan biaya setelah di adakannya program tersebut di harapkan tidak ada lagi anak yang kekurangan pendidikan, agar dapat bersaing dengan negara-negara tetangga.
aliran pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan persiapan terstruktur dan matang. MEA sudah jadi keputusan & ketetapan politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Semua hal diatur pada perjanjian-perjanjian yang terus dikaji, diimplementasikan, dan dievaluasi secara kontinu. Sebaliknya dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama belasan tahun kebelakang hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang terjadi secara alamiah, tanpa perencanaan atau persiapan yang memang diintegrasikan. Dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal. Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura. Masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang pada luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumber daya yang melimpah. Setiap negara anggota ASEAN akan membuka kesempatan bagi 8 sektor tenaga kerja seperti insinyur, arsitek, perawat, tenaga survey, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan secara terbuka. Artinya akan ada banyak orang dalam profesi ini yang akan masuk ke Indonesia dan bersaing dengan tenaga kerja Indonesia.
Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa  yang selalu diandalkan sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa berperan aktif dalam mendukung negara kita menjadi negara yang pantas dipertimbangkan dan negara yang paling berpengaruh dalam MEA. Adapun salah satu hal yang harus kita lakukan adalah membentuk pola pikir (mindset) siap bersaing dan percaya diri serta bangga dengan negara kita sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor seharusnya kita mengurangi konsumsi impor kita. Hal ini dipicu oleh cara pandang masyarakat yang masih enggan untuk mengalihkan pengeluaran mereka ke produk lokal. Mereka masih memiliki keyakinan bahwa kualitas asing lebih baik daripada kualitas lokal. Sebagai contoh, sektor pertanian Indonesia seharusnya tidak dapat diragukan lagi mengingat negara kita memiliki label negara Agraris. Namun, salah satu fakta yang menyedihkan adalah datang dari produk pisang lokal yang banyak dijual di supermarket berkelas. Pisang Cavendish (Sunpride), sering dinilai sebagai produk impor oleh masyarakat hanya karena kualitas pisang tersebut jauh melampaui kualitas pisang lokal lainnya (viasunpride.com) Hal itu menunjukkan betapa rendahnya kepercayaan diri masyarakat bahwa negara kita bisa menghasilkan produk berkualitas internasional. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran dan perlu kita ubah perlahan-lahan dengan memulainya dari diri kita sendiri. Mulai dengan membangun kesadaran dan memberikan contoh nyata kepada masyarakat dengan menggeser tingkat konsumsi ke arah produk lokal serta mencintai dan bangga terhadap produk karya anak negeri, Jika hal tersebut terus-menerus terjadi mungkin para petani indonesia akan mengalami kesusahan bukan tidak mungkin jika petani di indonesia beralih profesi dan pada akhirnya negara indonesia ini hanya menjadi negara konsumtif.
Kita harus mulai berpikir bahwa bukan saatnya lagi untuk berbangga atas sepatu, baju, tas, celana, dan barang-barang lain berlabel brand luar negeri hanya untuk mempertahankan gengsi. Selain itu, kita harus mempersiapkan diri kita untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus belajar menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA 2015.
MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia : satu sisi menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain dengan terbuka, tetapi pada sisi yang lain dapat menjadi bumerang untuk Indonesia apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
Agar dapat memanfaatkan kesempatan ini indonesia harus mempersiapkan para SDM yang mampu bersaing di dunia kerja dan juga para pengusaha dalam negeri yang harus kreatif untuk membuat produk-produk bertahan di pasaran.
Peluang dan tantangan Indonesia dalam kegiatan MEA
1.Pada Sisi Perdagangan
Menurut Santoso pada tahun 2008 Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjual-belikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik.
2.Pada Sisi Investasi
kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia.
3.Aspek Ketenagakerjaan
Terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

4.Pada Sisi Pendidikan dan Produktivitas
Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia masih berada pada peringkat keempat di ASEAN.
Resiko yang dihadapi Indonesia saat MEA
1.competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
2.exploitation risk dengan skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
3.risiko ketenagakarejaan dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN.

KESIMPULAN

Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keutungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas Negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastruktur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga keja dan perusahaan di indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di Negara sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar